Pernyataan Presiden
Joko Widodo (Jokowi) yang mencabut syarat ketat pers asing melakukan
kegiatan jurnalistik di Papua, dinilai sebagai sikap reaktif oleh
Sukamta, Anggota Komisi I DPR RI. Pasalnya, tindakan tersebut hanya
merespons desakan dunia internasional atas ditangkapnya dua jurnalis
Prancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, di Wamena, Papua, karena
menyalahi izin tinggal.
"Pendekatan yang dilakukan Jokowi adalah pendekatan reaktif bukan substantif atau bisa jadi karena desakan dari dunia internasional karena ada dua pers Prancis yang ditahan karena meliput di Papua, Jokowi akhirnya mencabut syarat ketat bagi pers asing melakukan liputan di Papua," ujar Anggota Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari Daerah Pemilihan Yogyakarta tersebut di ruangannya, Komplek DPRRI, Jakarta, Rabu (13/5).
Sukamta
menambahkan, pemerintah selama ini sering membuat kebijakan reaktif,
termasuk dengan menangani pemberitaan asing tentang Papua. Anggota DPR
yang fokus pada isu pertahanan, intelijen, luar negeri dan kominfo ini,
mendesak Presiden Jokowi untuk lebih mementingkan kesejahteraan
masyarakat Papua terlebih dahulu. Sehingga, jika masyarakat Papua sudah
baik secara ekonomi, maka masyarakat Papua sendiri yang akan
menyampaikan kepada jurnalis asing bahwa pendekatan Jokowi berbeda dari
sebelumnya. "Pendekatan yang dilakukan Jokowi adalah pendekatan reaktif bukan substantif atau bisa jadi karena desakan dari dunia internasional karena ada dua pers Prancis yang ditahan karena meliput di Papua, Jokowi akhirnya mencabut syarat ketat bagi pers asing melakukan liputan di Papua," ujar Anggota Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari Daerah Pemilihan Yogyakarta tersebut di ruangannya, Komplek DPRRI, Jakarta, Rabu (13/5).
"Jokowi sebaiknya melakukan pendekatan berbasis pada kesejahteraan. Pendekatan yang lebih menekankan untuk meningkatkan pembangunan manusia bagi masyarakat Papua. Sehingga, jika pendekatan ini berhasil dibangun di Papua, baru pers asing boleh meliput sebebas-bebasnya di Papua," tambahnya
Alumnus doktoral dari Manchester University UK ini mengingatkan Jokowi, tidak ada jaminan bahwa jika pers asing masuk ke Papua akan memberikan kabar positif tentang Indonesia dan melakukan pemberitaan secara cover both side sesuai dengan etika jurnalistik.
"Sederhananya, jika saat masih dibatasi saja, banyak berita asing yang melanggar prinsip-prinsip jurnalisme dan menyudutkan Indonesia di mata dunia, apalagi jika dibebaskan sebebas-bebasnya," tegasnya.
Sukamta juga mengingatkan Jokowi bahwa Indonesia pernah melepas Timor-Timur. Saat ini, hal tersebut, bisa saja terjadi kepada masyarakat Papua untuk melakukan referendum jika pers asing dibiarkan masuk.
"Kalau presiden sipil dahulu melepas Timor Timur, jangan sampe presiden sipil yg sekarang juga "melepas" Papua", tutupnya.
Sumber: Humas Fraksi PKS DPRRI