“RUU Pengampunan Pajak mencakup pengampunan pidana pajak, pidana umum, dan pidana khusus. Hal ini sungguh mencederai keadilan khususnya bagi masyarakat yang selama ini patuh membayar pajak dan taat hukum. Kita harus belajar dari pengalaman kebijakan Release and Discharge untuk obligor BLBI yang menjadi momentum untuk menghilangkan kewajiban segelintir orang dengan merugikan negara. Jangan sampai kita malah membuka pintu moral hazard,” ujar Aleg asal Jawa Barat ini.
Terlebih Indonesia, lanjut Ecky, sudah menyepakati perjanjian internasional mengenai keterbukaan informasi keuangan atau yang dikenal dengan Automatic Exchange of Information (AEoI) yang mulai berlaku tahun 2017.
“Dengan perjanjian ini kita bisa mengakses informasi rekening milik orang Indonesia di luar negeri sehingga pengemplang pajak tidak bisa bersembunyi lagi. RUU ini justru menghilangkan kesempatan bagi Indonesia untuk mengambil manfaatnya karena mereka sudah keburu diampuni,” terang Ecky.
Menurut Ecky, rendahnya penerimaan pajak harus digenjot lewat perbaikan aturan dan kapasitas institusional, salah satunya melalui perbaikan ketentuan umum perpajakan (KUP).
“Pemerintah juga sudah memasukan revisi UU mengenai KUP ke dalam Prolegnas lima tahunan yang merupakan cerminan dari visi nawacita. Seharusnya pemerintah konsisten saja dengan rencananya bukan malah tiba-tiba memasukan RUU Pengampunan Pajak ini ke dalam Prolegnas Prioritas,” tutup Ecky.
Keterangan Foto: Anggota Komisi XI DPR-RI dari Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam.