
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
mendorong agar badan-badan usaha baik milik negara maupun daerah (BUMN
dan BUMD) membangun kerjasama dengan pemerintah untuk mengatasi
kekurangan pendanaan (financing gap) infrastruktur sebesar Rp 4.321
triliun.
"Berdasarkan RPJMN 2015-2019 terdapat
kekurangan pendanaan (financing gap) dalam pembangunan infrastruktur
sebesar Rp 4.321 triliun, dari kebutuhan dana Rp 5.432 triliun, hanya
mampu disediakan pemerintah pusat dan daerah sebesar Rp 1.131 triliun,"
ujar Ketua Bidang Ekonomi Industri Teknologi dan Lingkungan Hidup
(Ekuintek LH) DPP PKS, Memed Sosiawan di kantor DPP PKS, Jl TB
Simatupang, Jakarta Selatan, Selasa (8/3/2016).
Menurut Memed, tidak mudah bagi kepala
daerah yang baru dilantik menghadapi liberalisasi investasi proyek
infrastruktur di daerah masing-masing dengan melakukan kerja sama
pembangunan infrastruktur melalui skema PPP (Public Private Partnership) atau KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha). Apalagi jika kerjasama investasi yang masuk berasal dari swasta dan asing.
Karena itu lanjut Memed, perlu kehati-hatian, kecermatan, dan ketelitian dalam melakukan perencanaan
"Apalagi bagi daerah yang tidak mempunyai ruang fiskal (fiscal space) yang cukup longgar dalam APBD-nya dengan PAD yang tinggi," cetusnya.
Memed beralasan, kehati-hatian dalam
perencanaan diperlukan karena dalam Perpres No 38 tahun 2015 tentang
KPBU pemerintah melalui menteri keuangan dapat memberikan jaminan dan
pembiayaan terhadap sebagian penyediaan infrastruktur.
Padahal menurutnya, keterlibatan
langsung pemerintah, baik pusat ataupun daerah, dalam pemberian jaminan
dan pembiayaan sangat menghawatirkan, terutama apabila terjadi klaim
langsung (direct claim) terhadap kewajiban pemerintah yang dapat mengakibatkan terjadinya risiko cross default
terhadap utang (obligasi). Pemberian jaminan dan pembiayaan itu juga
berpeluang memberikan guncangkan tiba-tiba (sudden shock) terhadap
stabilitas APBN (dan APBD), sebagaimana pernah terjadi pada saat
pemutusan kontrak Karaha Bodas oleh pemerintah yang mengakibatkan
pemerintah harus membayar langsung klaim sebesar ratusan miliar rupiah.
Karena itu, pemerintah sebaiknya memilih
proyek infrastruktur yang dapat menguntungkan secara komersial agar
tidak membebani APBN dan APBD. Karena dari 19 jenis usaha yang
ditetapkan oleh Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang KPBU tidak semuanya
layak secara komersial,
"Nah, belajar dari pengalaman tersebut,
pemerintah sebaiknya memutus interaksi langsung dengan pihak swasta,
membatasi eksposur pemerintah terhadap kewajiban darurat (contingent liability)
dari proyek infrastruktur, dan mendorong BUMN/BUMD untuk melakukan
kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU)," pungkas Memed.
Keterangan Foto: Ketua Bidang Ekonomi Industri Teknologi dan Lingkungan Hidup (Ekuintek LH) DPP PKS, Memed Sosiawan